Sabtu, 04 Oktober 2014

Jika Kamu Jadi Aku

title : Tulisan pendek

“Semuanya akan baik-baik saja.”  Alex tersenyum, bahkan dia tak pernah terlihat setenang itu sebelumnya.

“bagaimana bisa?” aku sedikit terisak.

Aku bisa melihat raut wajah Alex sedikit berubah ketika mendengar suara parau dari mulutku tapi dia tetap berusaha tenang. Sepertinya malu pada dirinya sendiri terutama pada diriku juga.

Salahku yang terus membiarkannya dan tak pernah mencoba keras untuk menghentikannya. Kini bukan lagi Alex yang ku kenal yang berada dihadapanku. Yang berada didepanku adalah seorang pria yang sedang terduduk lesu dengan ketakutan yang ia sembunyikan dibalik wajah tenangnya.

Aku menggapai tangannya, lengan itu kini lebih kokoh dari biasanya, seperti dia tengah mempersiapkan pertahanan diri untuk melindungi dirinya.
Alex tersenyum ketika aku memberanikan diri untuk melihat wajahnya. Ada yang aneh dibalik tatapan Alex, seperti ada pertanyaan yang ia sembunyikan. Aku memberanikan diri untuk membongkar rahasia dibalik matanya.

“Katakan saja,” aku tersenyum walau terlihat seperti dipaksakan tapi setidaknya aku juga berusaha membuat pertahanan diri.

Alex masih bungkam, mungkin dia berusaha untuk menyusun kata-kata yang tepat agar aku bisa lebih memahaminya.

“Kamu akan menunggu ku kan Ran?” penyebutan namaku diakhir pertanyaan Alex sedikit mengejutkan.

Menunggu apa? Pikirku keras. Bukankah selama ini aku memang selalu menunggunya? Tidakkah dia anggap itu? Atau dia tidak merasa kalau selama ini perlakuanku bukanlah tindakan bahwa aku menunggunya.

“Pertanyaanmu seperti menggambarkan keraguan, kamu ragu terhadapku?” aku menegaskan jawabanku. Alex tampak bingung tapi dia berusaha tetap tenang.

“Haruskah aku meragukanmu?” Alex menggenggam tanganku yang sedari tadi menggapai lengannya.

“Tentu tidak” suaraku terdengar pasti dan tampaknya Alex pun ikut puas mendengar pernyataanku barusan.

***

Aku menyanggupi tekadku untuk terus menemui Alex disetiap waktu senggang yang aku miliki. Alex tersenyum ketika mendapati aku duduk tepat dibangku biasa aku menunggunya. Kini aku membawa sekotak nasi dan beberapa lauk-pauk yang sengaja ku persiapkan sendiri khusus untuk Alex.

Alex berjalan menghampiri tempat aku duduk dengan langkah lemah dan seragam biru yang ia kenakan. Tubuhnya kini tampak kurus dan raut wajahnya tak lagi seceria dulu. Mungkin karena beban pikiran yang ia pikul. Rambutnya juga tidak lagi serapih biasa aku bertemu dengannya dulu. Dulu di selalu menata rambutnya dengan tatanan oldschool jaman sekarang, dengan balutan minyak pomade yang membuat rambutnya tampak berkilau dan rapih. Kini rambut itu dia biarkan saja bergerak bebas mengikuti arah angin disetiap langkah dan gerakannya, Benar-benar alex yang berbeda.

“Bagaimana suasana diluar?” Alex mencoba membuka topik pembicaraan terlebih dulu.

“Biasa saja, tidak ada yang berubah.”

“aku jadi rindu” Alex menghela nafas.

“Makanlah, kau tampak kurus. Apa makanan disini tidak mengenakan bagimu?” Aku mendorong kotak makan yang sengaja aku siapkan untuknya.

“Terimakasih, kamu jadi repot-repot seperti ini.” Alex menundukkan wajahnya. “Aku tidak terlalu sering lapar ketika berada disini.”

“kamu tetap harus makan bagaimanapun yang terjadi!” nada suaraku setengah membentak.

“apakah tidak makan ketika berada ditempat seperti ini akan membuatku mati membusuk?” Alex melemparkan pertanyaan yang benar-benar  menusuk hatiku.

“tentu tidak” mataku kini mulai terasa perih, sepertinya sebentar lagi akan pecah gulungan air mata yang sedari tadi sudah aku coba tahan.

“kalau begitu haruskah aku melakukannya?” Alex tidak mau menatapku, aku tau itu juga akan membuatnya sama terluka seperti yang aku rasakan.

“Berhentilah menghancurkan dirimu dan kembalilah menjadi Alex yang aku kenal!” aku bangkit dari bangku tempat aku tadi duduk tenang, air mataku mulai pecah. Sipir penjaga menoleh ke arahku. Aku tidak kuat dan memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat itu. Alex hanya menatap punggungku dengan wajah parau dan membiarkan aku berjalan meninggalkannya.

***

Hari ini ramai dengan banyaknya tamu yang berkunjung, mungkin karena hari ini adalah hari libur jadi banyak anggota keluarga yang mengunjungi sanak saudara atau sekedar kerabat mereka yang berada disini sama seperti Alex. Aku bahkan sudah melupakan kejadian yang kemarin, semoga saja Alex juga begitu.

“sekotak nasi lagi? Hari ini apa menunya?” aku tersadar dari lamunanku begitu mendengar suara lembut Alex. Kini dia sudah duduk dibangku tepat dihadapanku. Entah kapan dia datang, mungkin ketika aku tengah sibuk dengan lamunanku sendiri.

“ini rahasia nanti saja kamu lihat sendiri” aku tersenyum sambil menyerahkan sekotak nasi box putih kearah Alex.

“kebetulan sekali aku sangat lapar” Alex menyelipkan sedikit tawa disela-sela perkataannya. Dia terlihat lebih ceria dibandingkan hari-hari kemaren ketika aku menemuinya.

Alex kini mengenakan Polo T-shirt berwarna biru tua dengan dibalut rompi berwarna oranye yang sudah tampak lusuh dan pudar, di dada sebelah kiri pada rompi oranye itu bertuliskan angka “201” berwarna hitam, angka-angka itu tampak seperti tulisan tangan seseorang menggunakan spidol marker.

“Ayam crispy? Ini sangat lezat, taukah kamu disini sangat sulit untuk bisa mendapatkan makanan selezat ini”. Suara Alex membuyarkan lamunanku, tapi aku senang karena alex sangat lahap menyantap isi kotak nasi yang sengaja kubawakan untuknya.

“Jadi apa selanjutnya?”. Aku menatap alex penuh pengharapan semoga saja aka nada hal – hal baik untuk kedepannya.

            Alex mengalihkan perhatiannya dari ayam crispy yang sedari tadi ia santap untuk melihat wajahku yang penuh pengharapan dan kecemasan.

            “Aku akan melakukan rehabilitas untuk menunjang penyembuhanku selama berada disini”. Alex tertunduk sembentar kemudian kembali melihatku, kini dia memberanikan diri untuk menatap mataku.  “bagaimana denganmu?”. Pertanyaan Alex membuatku membeku sejenak.

            “Apa yang akan aku lakukan? Tentu saja tetap menunggumu".


-End-