Rabu, 18 September 2013

Awalnya tuh gini Kak…

Sering perhatiin kamu dulu, liatin kamu waktu lewat koridor sekolah. Suka bertanya siapa gerangan namamu wahai kakak kelasku. Siapalah aku saat itu? Hanya gadis pemalu yg pandai menyimpan perasaan kagumnya pada seseorang. Aku tak pernah berani menyapamu. Aku penakut. Aku tau aku payah.
                Kamu dikantin, aku dikantin. Kita bersebelahan tapi tak pernah ada tegur sapa. Tak pernah ada permulaan percakapan. Aku terlalu takut memulainya terlebih dahulu. Aku takut salah, aku takut malah membuatku terlihat tampak bodoh didepanmu.
                Faktanya, satu sekolah bukan berarti kita dapat saling mengenal satu sama lain bukan? Nyatanya sampai  detik ini aku tak tau siapa namamu kakak kelas. Atau lagi-lagi aku yg bodoh karna tak berusaha mencari tahunya dan membiarkan kepenasaran ini mengiang diotakku.

                Kamu pandai memainkan bola dikaki mu itu, menggiringnya, membawanya bagaikan kemelesatan angin saat menyentuh seluruh tubuhku. Lagi-lagi kamu sanggup membuatku begitu terpesona dengan semua yg kamu lakukan. Simple saja, karna aku memang sedang tergila-gila padamu.
                Ini hanya ketertarikan sesaat bukan? Apa yg aku rasa? Bukankah wajar adik kelas mengagumi kakak kelas dalam satu sekolahnya? Hanya mengagumi walaupun ingin tahu lebih dalam tentangnya.
                Nomer punggung 17.. diatasnya berjejer rentetan huruf capital yg membentuk sebuah nama. akhirnya aku tau siapa nama kamu. Tanpa sadar senyum bahagia terlukis dalam wajahku. Aku bahagia, aku bahagia walau kamu bahkan tak tahu selama ini itulah yg aku cari; namamu.
                Ketertarikan sesaat kini berubah menjadi apa namanya? Aku tak tahu. Aku semakin ingin tahu banyak tentang kamu. Siapa kamu, bagaimana kamu, semuanya tentang kamu. Aku ingin dekat. Aku ingin tidak hanya aku yg mengenalmu. Aku ingin sebaliknya. Aku ingin kita saling mengenal. Aku ingin tak ada lagi diam saat kita berada dalam satu tempat. Aku ingin ada tegur sapa saat mata kita saling bertemu. Aku ingin ada senyum saat padangan kita saling mengarah satu sama lain. Ini memang sudah berubah, entahlah berubah menjadi apa.

                Mengkorek semua hal yg mungkin bisa bermanfaat untukku. Sampai akhirnya bisa mendapatkan nomer handphone mu. Itu tidak mudah, semua hal memang butuh perjuangan.
                Aku takut memulai percakapan terlebih dahulu sekalipun di pesan singkat handphone ku. Aku terlalu memikirkan sejuta hal yg mungkin terjadi. Ketakutan-ketakutanku semakin membuat risau. Aku takut kamu tak membalas pesan singkatku. Aku takut dengan pengabaianmu. Tapi banyak orang yg bilang kalau kita tak mencoba bagaimana kita bisa tau hasilnya. Iya benar, tapi ini benar-benar membuat jantungku berarturan tak menentu.
               
                Kamu membalas pesan singkat pertamaku. Betapa bahagianya aku saat itu, bahkan sampai bingung harus membalas apalagi. Betapa bodohnya aku, mengetik kemudian menghapus kembali rangkaian kata-kata yg sudah ku tulis karna merasa tak pantas dikirim dan berfikir mungkin tidak akan dibalas. Aku harus pintar-pintar membuat percakapan yg indah dan mudah dicerna olehnya. Agar dia nyaman dan mau membalas terus pesan singkat dariku.
                Seminggu merasa bodoh dengan terus saling mengirim pesan singkat dengan mu. bersama debaran jantung yg tak kunjung reda setiap bunyi handphone dan tertera namamu dilayarnya. Aku sulit tidur, karna kita biasa memulai percakapan dengan tulisan tulisan itu setiap habis petang hingga larut malam. Mungkin karna pagi hari adalah waktu kita untuk bersekolah.

                Kepenasaranmu terhadapku bertabrakan dengan ketakutanku bertemu denganku. Sedih, bagaimana bisa aku yg begitu lama mengenalmu, memperhatikanmu, bahkan berada disekitarmu, tapi kamu tak tahu bagaimana rupaku saat ini? . oh iya memang siapalah aku? Hanya adik kelas yg mengagumi kakak kelasnya.
                Beberapa kali kita merencanakan pertemuan disekolah, dan sebanyak beberapa itu juga aku berhasil mengingkarinya. Aku belum siap, belum siap menerima semuanya. Aku masih terlalu takut dan lagi-lagi berpersepsi sendiri. Padahal apa yg aku fikirkan itu belum tentu benar dalam dunia nyata. Tapi aku tetap saja takut. Yap, aku memang si penakut.

                Masih disetiap malam kita memulai percakapan indah dalam pesan singkat handphone masing-masing. Aku nyaman, entah seperti itukah yg kamu rasakan juga? Atau hanya dalam pesan singkat ini saja?
                Dari pesan singkat kita beralih ke akun social media. Aku men-follow twittermu dan kamu men-follback akun twitterku. Dan dalam beberapa malam dalam pesan singkat kamu selalu mengajakku untuk membalas mention-mention yg memang sengaja sudah kamu tuju kepada akun twitterku. Aku senang, karna dengan begitu kedekatan ini tak hanya kita yg tahu. Tapi melainkan followersku yg kebanyakan adalah teman-temanku.


                Sekarang aku sudah berani mengucapkan kata selamat pagi dan mengirim pesan singkat itu disetiap pagi untukmu. Walaupun responmu masih biasa, tapi ini kan bias menunjukkan kalau aku memberikan perhatian lebih terhadapmu. Dan kini kita memang sudah saling bertemu. Sudah saling tersenyum saat pandangan kita bertemu, bertegur sapa saat kita berpapasan. Tak ada lagi diam, taka da lagi hanya aku yg merasakan getaran ingin menyapamu. Semua sudah bisa kulakukan bersamamu. Ini baru awal cerita kita bisa menjadi rentetan hal spekatakuler yg ada di hidupku.